Ringkasan dan Kesimpulan Penghantar Perjanjian Lama I
Pengantar Perjanjian Lama – I, karangan W. S. Lasor, D. A. Hubbard & F. W. BUSH, terjemahan Werner Tan dkk (dan kawan-kawan).

A. PENDAHULUAN
1. OTORITAS PERJANJIAN LAMA
Kristus mengakui otoritas penuh dan sifat yang
mengikat dari Kitab Suci. Namun, Dia menyatakan diri sebagai penafsir Kitab
Suci yang sejati. Meskipun Dia berselisih paham dengan para pemimpin Yahudi
dalam banyak hal, namun Perjanjian Baru tidak memberikan bukti bahwa ada
konflik mengenai masalah pengilhaman atau otoritas Perjanjian Lama. Sebaliknya,
Kristus sering mengutip Perjanjian Lama (“Kitab-kitab Suci”) sebagai dasar pengajaran-Nya. Hal ini tampak
dalam pemakaian ungkapan “ada tertulis” oleh Yesus sebanyak tiga kali ketika Ia
dicobai (Mat. 4:1-11). Ungkapan itu merupakan kesaksian yang jelas akan
ketergantungan-Nya pada otoritas
Perjanjian Lama.
Kedua, perbedaan yang lebih tajam lagi ialah
pernyataan Kristus bahwa selaku penggenap Perjanjian Lama, Dia adalah tema
pokoknya (Luk. 4:21). Hal penggenapan ini mengakibatkan konflik dengan para
pemimpin Yahudi (Yoh. 5;46) dan membentuk sikap para pengikut-Nya terhadap
Kitab-kitab Suci (Luk. 24:44-45).
Sama seperti Yesus, Paulus mengakui pengilhaman dan
otoritas penuh dari Kitab Suci (2 Tim. 3:16) dan menemukan makna Perjanjian
Lama yang terdalam dalam rangka penantian dan persiapan untuk Perjanjian Baru.
Dalam empat suratnya yang utama- Surat Roma, I dan II Korintus, Galatia- tampak
jelas bahwa Paulus berpegang pada Perjanjian Lama lebih dari Sembilan puluh
kali dan sebagian besar kutipan tersebut terdapat di dalam surat-surat itu.
Seberapa jauh Paulus mendasarkan pengajarannya pada Perjajian Lama, ditandai
oleh sejumlah topik yang mencerminkan pengaruh Perjanjian Lama secara nyata
ataupun tersirat.
2. PENYATAAN
DAN PENGILHAMAN
Penyataan dapat berarti perbuatan pengugkapan atau
membuka atau menyingkapkan. Penyataan terdapat
dalam komunikasi Allah dengan manusia melalui penglihatan yang
diberikan-Nya.
Allah memang menyatakan diri-Nya melalui karya-Nya.
Pembebasan Israel dari Mesir yang disertai dengan peristiwa-peristiwa yang
dahsyat adalah salah satu penyataan Allah melalui karya-Nya yang ditulis dalam
Perjanjian Lama. Tujuan Allah yang berkesinambungan menurut Alkitab adalah
penyelamatan, yaitu untuk menghapuskan akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa
dan memulihkan manusia pada keadaannya semula.
Pengilhaman berdasarkan Alkitab, Allah menyusun
sejarah keselamatan sedemikian rupa sehingga menjadi rangkaian peristiwa yang
pada akhirnya akan menggenapi kehendak-Nya yang sempurna. Allah menerangkan peristiwa-peristiwa ini
melalui penyataan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, “orang-orang yang didorong oleh
Roh Kudus” (2 Pet. 1:21). Allah
mengilhami hamba-hamba-Nya ini agar mereka menuliskan peristiwa-peristiwa
tersebut untuk ditersukan kepada generasi yang akan datang. Selanjutnya Roh Allah memberikan penerangan
kepada manusia pada segala zaman untuk mengakui otoritas tulisan-tulisan ini,
meyakininya sebagai firman Allah serta memberi respon dalam iman dan ketaatan.
Penulisan langsung yang dilakukan Allah jarang dijumpai
(contoh Kel. 31:18; Ul. 9:10), namun manusia yang menerima ilham berperan aktif
dalam proses ini. Kepribadian dan
kebudayaan orang yang menerima ilham diketahui dari kata-kata, gaya,
tekanannya, serta latar belakang sosial dan historisnya.
Kanon Alkitab sudah ada sebelum jemaat Kristen lahir.
Jemaat Kristen memiliki tulisan-tulisan yang berwibawa karena berakar dalam
agama Yahudi, yang mana tulisan-tulisan yang diilhami telah menjadi warisan
orang-orang Ibrani sejak zaman Musa. Sejak pencobaan hingga penyaliban-Nya,
Yesus sering mengutip dan mengajar dari Perjanjian Lama (Mat. 4:4, 7, 10; 5:18;
Yoh. 10:35). Yesus menghargai tulisan suci yang diwarisi-Nya dari bangsa
Yahudi. Dalam pengajaran-Nya, ada pertentangan yang tajam dalam menafsi
Perjanjian Lama yang ditunjukkan oleh para ahli Taurat, orang-orang Farisi, dan
orang-orang Saduki, tetapi mereka tidak mempertentangkan otoritas Perjanjian
Lama. Bahkan, Yesus mengakui Ia datang untuk menggenapi kitab Taurat Musa,
kitab nabi-nabi, dan kitab Mazmur (Luk. 24:44).
Dalam pembentukan kanon Perjanjian Lama, ada empat
langkah yang berkaitan erat tetapi dapat dibedakan dengan mudah, yakni:
ucapan-ucapan berwibawa, tulisan-tulisan berwibawa, kumpulan kitab-kitab dan
kanon yang baku. Menurut kebiasaan
Kristen sejak mulanya, ke-39 kitab itu disusun sesuai dengan kanon Yunani,
bukan kanon Ibrani. Dalam kanon Yunani itu, kitab-kitab dibagi atas empat
bagian besar sesuai dengan isinya. Bagian pertama, adalah Taurat, sama saja
dengan bagian pertama kanon Ibrani. Bagian kedua berisi kitab-kitab sejarah,
termasuk “Nabi-nabi Terdahulu” dalam
kanon Ibrani (Yosua, Hakim, Samuel, Raja-raja) beserta Kitab Rut, Tawarikh,
Ezra, Nehemia dan Ester (yang dalam kanon Ibrani ditemukan pada bagian
“Kitab-kitab”). Kumpulan kitab-kitab sejarah ini dapat dibagi lagi menjadi
“sejarah yang pertama” (Yosua- Raja-raja) dan “sejarah yang kedua”
(Tawarikh-Ester). Bagian ketiga kanon Yunani memuat kitab-kitab sastra, yakni
Kitab Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah dan Kidung Agung, kesemuanya dalam
bagian “Kitab-kitab”. Dan bagian keempat merupakan kitab-kitab nubuat.
4. PENULISAN PERJANJIAN LAMA
Kedua bahasa Perjanjian Lama, bahasa Ibrani dan Aram,
adalah anggota rumpun bahasa yang disebut bahasa “Semit”, suatu nama yang
berasal dari nama Sem, anak laki-laki Nuh. Keterkaitan antara bahasa Ibrani
dengan bahasa-bahasa Kanaan lainnya diakui dalam Perjanjian Lama, karena salah
satu nama yang dipakai untuk menyebut bahasa itu adalah “bahasa Kanaan” (Yes.
19:18). Tanda-tanda dalam Alkitab Ibrani ditambahkan setelah tahun 500 M oleh
kaum Masora yang berhasil menetapkan pengucapan baku bahasa Ibrani dalam
Alkitab.
Meskipun bahasa aram dikenal baik oleh petugas-petugas
istana Yehuda sebelum masa pembuangan (perhatikan percakapan antara utusan
Hizkia dengan Rabsakeh Asyur, kira-kira tahun 701 sM, 2 Raja-raja 18:17-31),
namun bahasa itu menjadi bahsa utama bagi orang banyak selama masa pembuangan
dan sesudahnya.
Yang mendorong gerakan pembakuan teks Ibrani adalah
Rahab Akiba, seorang ahli Alkitab Ibrani. Kira-kira tahun 500 M, kaum Masora
meneruskan penulisan catatan-catatan teks di pinggiran halaman. Huruf-huruf,
kata-kata dan ayat-ayat setiap kitab dihitung dengan cermat dan suatu catatan
ditambahkan pada penutup setiap kitab mengenai angka-angka itu yang disebut
masora.
Istilah “terjemahan-terjemahan kuno” mengacu pada
sejumlah terjemahan Perjanjian lama yang dibuat selama abad-abad terakhir
sebelum Masehi dan abad-abad pertama sesudah Masehi. Terjemahan itu adalah
Taurat Samaria, targum Aram dan
Septuaginta (LXX). Terjemahan terpenting dan paling tepat adalah Targum
Onkelos, terjemahan Taurat yang resmi oleh ahli Yahudi. Sedangkan Septuaginta
dinamai menurut jumlah para penerjemah yang dalam tradisi dinyatakan sebanyak
tujuh puluh orang.
5. GEOGRAFI
Pada awal abad ke-12 sM, “Bangsa-bangsa Laut” yang
berasal dari sekitar Pulau Kreta atau Yunani mencoba menyerbu Mesir. Karena
usaha mereka gagal, sebagian dari antara
mereka, termasuk orang yang dikenal sebagai orang Filistin. Nama Palestina secara umum
mengacu pada daerah pada daerah “dari
Dan sampai Bersyeba” (Hak. 20:1). Daerah itu dimulai dari lereng selatan Gunung Hermon hingga tepi gurun selatan
(Negeb) dan dibatasi sebelah barat oleh Laut tengah dan di sebelah timur oleh
Lembah Yordan. Pada zaman Yunani dan Romawi, daerah itu juga meliputi beberapa
daerah sebelah timur Sungai Yordan atau Transyordan.
Secara politis, Palestina merupakan jembatan antara
kebudayaan-kebudayaan Eropa, Asia barat daya dan Afrika utara. Karena itu,
saudagar-saudagar dan kekuatan-kekuatan
militer Timur Tengah kuno acapkali muncul dalam Perjanjian Lama. Sifat-sifat
alamnya juga menerangkan mengapa orang Israel hidup secara terisolasi selama
sebagian besar sejarahnya. Israel terletak di daerah yang bergunung-gunung di
jajaran pegunungan tengah. Penguasa asing mungkin saja mencemoohkan Allah
Israel sebagai “allah gunung dan bukan allah dataran” (1 Raj. 20:28), tetapi
ini hanya berarti bahwa Israel cukup aman dalam “benteng pegunungannya”.
Keadaan ini lebih cocok untuk Yehuda yang berada dalam lembah-lembah sempit
penuh batu-batu besar daripada Samaria yang terdiri atas dataran yang luas.
Oleh karena itu, orang Asyur dapat menaklukkan kerajaan utara dengan mudah,
sedangkan Yerusalem lebih sulit ditaklukkan.
Dalam Alkitab, keadaan alam memunyai makna teologis.
Allah membuat bangsa-bangsa berpindah dari satu tempat ke tempat lain, membawa
Israel dari mesir, orang Filistin dari Kaptor dan orang Aram dari Kir (Amos
9:7).
B. TAURAT
6. KELIMA KITAB TAURAT
Kelima kitab pertama Perjanjian Lam- Kejadian,
Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan- disebut Taurat. Taurat adalah bagian terpenting dari kanon
Yahudi. Wibawa dan kesuciannya jauh melebihi kitab Nabi-nabi atau kitab-kitab
lainnya.
Ringkasan atau “pengakuan” (menurut von Rad)
mengandung rincian pokok yang sama, yang mengakui karya penyelamatan Allah demi
umat-Nya : (1) Allah memilih Abraham dan keturunannya dan menjanjikan
tanah Kanaan kepada mereka (Ul. :23); (2) Israel pergi ke Mesir dan hidup dalam
perbudakan dan Allah membebaskan mereka
dari perbudakan itu; (3) Allah membawa Israel ke tanah Kanaan sebagaimana yang
dijanjikan-Nya. Ringkasan ini hanyalah tulang punggung kelima kitab Taurat.
Demikian rencana yang menyatukan unsur-unsur dalam kitab-kitab itu: janji,
pemilihan, pembebasan, ikatan perjanjian, hukum dan tanah perjanjian.
Ada dua hal yang harus ditekankan berdasarkan
penelitian bukti-bukti teks dan tradisi. Pertama, sumber Alkitab dan berbagai
aliran tradisi mengatakan bahwa Musa menulis kisah, hukum dan syair. Kedua,
keanekaragaman teks dan penyebaran serta
pertumbuhan bukti tentang sumbernya, harus diperhitungkan. Kita percaya bahwa perkembangan ini dipimpin
oleh Roh Allah yang sama, yang mula-mula menggerakkan Musa menulis dan
berbicara.
Pembentukan kelima kitab Taurat menjadi tolak ukur pemahaman Israel atas
imannya sebagai Taurat. Bagi para penyunting Alkitab kelima kitab pertama
menjadi dasar hidup bangsa Israel di bawah Allah dan memberikan norma
kritis mengenai bagaimana tradisi Musa
harus dipahami oleh umat perjanjian itu.
7. KITAB KEJADIAN I (Riwayat Zaman Permulaan)
Dalam bahasa Ibrani Kitab Kejadian disebut berésyit
‘pada mulanya’, yaitu kata pembuka kitab tersebut. Nama ini sesuai, karena
Kitab Kejadian menceritakan awal dari segala sesuatu yang berhubungan dengan
iman umat Allah dalam Alkitab. Kitab ini terbagi dalam dua bagian yang dapat
dipisah dengan jelas: Kejadian 1 – 11 merupakan pengantar ke dalam sejarah
keselamatan, yang mengemukakan asal mula dunia, manusia dan dosa. Kejadian 12 –
50 mengemukakan asal mula sejarah keselamatan dalam pemilihan Allah atas para
bapak leluhur dan tentang janji-Nya tentang tanah dan keturunan.
Jenis sastra yang pertama (meliputi Kej. 1; 5; 10;
11:10-26) memunyai ciri khas yaitu susunan logis dan cermat dan bersifat
skematis serta hampir mengikuti rumusan tertentu. Jenis sastra yang kedua
(Kejadian 2 – 3; 4; 6 – 9;11:1 – 9) jelas berbeda, karena terdapat keteraturan
dan peningkatan tetapi yang dipergunakan adalah bentuk cerita. Kejadian 2 – 3
merupakan suatu drama. Perbedaan sastra antara Kejadia 1 dan 2 juga ditemukan
dengan cara yang berbeda untuk mengungkapkan penciptaan. Keduanya menggunakan
istilah asa ‘membuat’, tetapi Kejadian 1 menggunakan kata bara ‘menciptakan’,
sebuah kata kerja yang hanya digunakan dengan Allah sebagai subyek dan tidak
pernah dihubungkan dengan bahan yang digunakan untuk menciptakan obyek.
Kejadian 2 menggunakan istilah yatsar ‘membentuk’, istilah untuk kegiatan
seorang penjunan yang membentuk tanah liat menjadi bentuk yang dikehendakinya.
Penulis menjalin empat tema teologis utama: pertama,
hakikat dan dampak-dampak dari kenyataan bahwa Allah adalah Pencipta; kedua,
akibat dosa yang mendalam; ketiga, cara Allah menjatuhkan hukuman atas dosa manusia dalam segala hal; keempat,
anugrah-Nya yang mengherankan yang memelihara ciptaan-Nya.
8.
KITAB KEJADIAN II (Sejarah Bapak-Bapak Leluhur)
Ada tiga contoh dimana struktur sastra ini sesuai
dengan pembagian menurut isinya yakni kisah tentang Abraham (11:27 – 25:18),
Yakub (25:19 – 37:1) dan Yusuf (37:2 –
50:26).[24]
Ada bukti yang memadai dalam Alkitab dan di luar
Alkitab yang mendukung historisitas kisah bapak-bapak leluhur. Pertama, baik
pembacaan sepintas maupun penelitian sastra terhadap kisah para bapak leluhur
mengungkapkan sifat dan tujuannya sebagai tulisan sejarah. Kedua, yang penting
dalam kaitannya dengan kronologi yang berdasarkan dengan Alkitab, ada bukti
bahwa kisah bapak-bapak leluhur
mencerminkan keadaan Timur Tengah kuno pada awal ke-20 sM. Nama-nama
para bapak leluhur mirip dengan nama-nama orang Amori pada zaman itu dan dapat
dikenal sebagai nama-nama Semit Barat Awal sekitar abad ke-18 sM.
Penulis tidak menyajikan biografi; ia mengajarkan
teologi dengan berbagai tema yang dijalin dalam kisahnya yaitu: pemilihan dan
janji-janji Allah kepada Abraham dan keturunannya; iman Abraham yang terlihat
dalam panggilannya yang bersifat radikal: ia harus meninggalkan
akar-akarnya - negeri, sanak saudara dan keluarga dekatnya
(Kej. 12:1) – untuk pergi ke tempat yang tidak pasti, “negeri yang Kutunjukkan
kepadamu”; perjanjian yang dilakukan Allah dengan Abraham dalam Kejadian 15 dan
17. Dalam Kejadian 15, Allah merendahkan
diri dengan menempatkan diri-Nya secara simbolis di bawah kutukan untuk
menegaskan kepada Abraham kepastian janji-janji-Nya. Allah-lah yang bersumpah,
tidak ada apapun yang diminta kepada Abraham kecuali sunat sebagai tanda ikatan
perjanjian (Kej. 17). Dalam perjanjian dengan Abraham, Allah menempatkan
diri-Nya di bawah kewajiban.
9. KITAB KELUARAN I (Latar Belakang Sejarah)
Keluaran orang Israel dari Mesir adalah suatu
peristiwa yang Allah menggenapi janji-janji-Nya keada para bapak leluhur Israel
bahwa Ia akan memberikan tanah kepada mereka dan keturunan mereka akan menjadi
bangsa besar. Nama Firaun yang berhadapan dengan Musa tidak disebut, demikian
pula orang atau kejadian lain yang dapat dihubungkan secara pasti dengan
sejarah Mesir dan Palestina pada waktu itu. Zaman bapak-bapak leluhur kira-kira
tahun 1550 sM dan dilanjutkan
kira-kira tahun 1200 sM, ketika bangsa
Israel telah memasuki Palestina.
Kebanyakan bukti di dalam dan di luar Alkitab adalah
paruhan pertama abad ke-13 (1300 – 1250 sM). Alasan-alasan utamanya sebagai
berikut: (1) Prasasti Merneptah menyatakan bahwa Merneptah bertemu dengan
Israel di Palestina pada tahun ke-5 kekuasaannya, kira-kira tahun 1220 sM; (2)
orang-orang Israel digunakan sebagai budak untuk membangun kota-kota perbekalan
Pitom dan Raamses menurut Keluaran 1:11. Kota-kota itu terletak di delta timur
laut Sungai Nil, walaupun lokasinya yang tepat belum dapat dipastikan; (3)
bukti dari catatan mengenai perjalanan orang Israel melalui padang gurun dan
penaklukan tanah Kanaan menunjukkan masa yang sama; (4) dokumen-dokumen Mesir
yang sezaman dengan itu memerlihatkan kesejajaran sejarah; (5) waktu tersebut sejalan dengan pandangan bahwa
keadaan yang paling sesuai dengan kisah Yusuf dan keturunannya di Mesir adalah masa Hiksos. Menurut Kejadian
15:13 yang menyorot ke depan, Israel akan tinggal di Mesir selama 400 tahun.
Kebanyakan pakar menganggap tahun 1300 – 1250 sM lebih cocok dengan kebanyakan
bukti dibandingkan dengan penentuan waktu lainnya. Atas dasar ini dapat
ditentukan bahwa Firaun penindas orang Israel adalah Seti I (1305 – 1290 sM)
dan firaun dalam Kitab Keluaran adalah Rameses II (1290 – 1224 sM).
10. KITAB KELUARAN II (Isi dan Teologi)
Kata “Keluaran” adalah terjemahan dari bahasa Yunani
exodus ‘keluar’ (Kel. 19:1), nama yang diberikan kepada kitab ini dalam
Septuaginta. Dalam Alkitab Ibrani, kitab itu dikenal dari dua kata pertamanya,
we’éllé syemot ‘inilah nama-nama’, mengikuti kebiasaan kuno dalam menamai suatu
naskah. Kitab ini berpusatkan pada dua peristiwa penting yaitu pembebasan orang
Israel dari perbudakan di Mesir melalui karya penyelamatan Allah yang penuh
kuasa di Laut Teberau (Kel. 1 – 18) dan pengukuhan diri-Nya sebagai Tuhan
mereka melalui perjanjian di Gunung Sinai (Kel. 19 – 40). Peristiwa Keluaran
merupakan peristiwa yang paling pokok dari sejarah keselamatan dalam Perjanjian
Lama. Allah membuat Israel menjadi alat-Nya untuk menyelamatkan seluruh umat
manusia.
Garis besar Kitab Keluaran adalah: (1) Pembebasan dari
Mesir dan perjalan ke Sinai (Kel. 1 – 18) terdiri atas: (a) penindasan orang
Ibrani ke Mesir (Kel. 1); (b) kelahiran dan masa muda Musa:panggilan dan
misinya kepada Firaun (Kel. 2:1 – 6:27); (c) tulah dan paskah (Kel. 6:28 –
13:16); (d) berangkat dari Mesir dan pertolongan Allah di Laut Teberau (Kel.
13:17 – 15:21); (e) perjalanan ke Sinai (Kel. 15:22 – 18:27); (2) Perjanjian di
Sinai terdiri atas: (a) Tuhan menampakkan
diri di Sinai (Kel. 19); (b) pemberian perjanjian (Kel. 20:1-21); (c)
Kitab perjanjian (Kel. 20;22 – 23:33); (d) pengesahan perjanjian (Kel. 24); (3)
Petunjuk untuk mendirikan Kemah Suci dan upacara-upacara keagamaan (Kel. 25 –
31) terdiri atas: (a) Kemah Suci dan peralatan (Kel. 25 – 27; 29:36 – 30:38);
(b) para imam dan persembahan (Kel. 28:1 – 29:35); (c) para tukang Kemah Suci
(Kel. 31:1-11); (d)peringatan untuk menguduskan hari Sabat (Kel. 31:12-18); (3)
Pengingkaran dan pembaruan perjanjian (Kel. 32 – 34) terdiri atas: (a) anak
lembu emas (Kel. 32); (b) kehadiran Allah bersama Musa dan umat Israel (Kel.
33); (c) Pambaruan perjanjian (Kel. 34); (4) pembangunan Kemah Suci (Kel. 35 –
40).
Referensi : W. S. Lasor, D. A. Hubbard, dan F. W. Bush. Pengantar Perjanjian
Lama I. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993, 25
Komentar
Posting Komentar
Ingatlah untuk selalu memberikan komentar yang sopan dan bermanfaat.