“Tragedi Gudang Peluru” Meledak di Cilandak 1984: Jakarta Mencekam, Ketika Runtuhnya Langit Malam!

Tragedi ledakan gudang amunisi milik Marinir TNI AL di Cilandak terjadi pada hari Selasa 30 Oktober 1984. Setelah ledakan pada pukul 20.00 WIB, gudang kemudian terbakar. Akibatnya banyak peluru nyasar ke permukiman penduduk hingga menyebabkan ribuan warga diungsikan.
Di Kompleks Marinir Cilandak kala itu, ada enam gudang peluru dengan koleksi rupa-rupa jenis bom, peluru, ranjau, granat, serta banyak pak bahan peledak TNT. Maka wajar ketika ledakan terjadi, banyak peluru semburat ke berbagai arah.
Akibatnya dipemukiman warga, kaca jendela pecah, langit-langit banyak yang copot, lampu lampu neon jatuh pecah., termasuk kaca-kaca di Rumah Sakit Fatmawati, yang berjarak sekitar 2,5 KM dari pusat bencana.
Peluru nyasar ke bangunan rumah sakit bagian belakang, tapi tak meledak. Sekitar 370 pasien diungsikan ke RS Pertamina, RS Yayasan Jakarta, ke Apotek Retno, Gereja HKBP, Balai Rakyat, dan masjid.
Sebuah peluru juga menembus dan menghancurkan tembok Asrama Putri II. Ledakan dan desingan-desingan peluru menyusul setelah ledakan pertama hingga esok hari berikutnya. Di tengah bunyi ledakan dan desing peluru itu, penduduk kawasan Cilandak diungsikan.
Di RS Pertamina tercatat 2 orang mati dan beberapa terluka. Di RSCM ada 6 korban meninggal dan sebelas luka-luka. Bahkan laporan yang diterima di Pusat Komando dan Pengendalian Operasional Polda Metro Jaya, sebuah peluru roket jatuh hingga di Curug, Tangerang, dan menewaskan 2 orang.
Selain itu, sebuah peluru roket pun jatuh di kawasan Perumnas Depok-I. Bahkan persis di belakang gedung untuk melayani STNK, di Polda Metro Jaya Jakarta, juga ada peluru roket amblas ke dalam tanah.
Catatan kejadian pada peristiwa dikala itu sangat sedikit. Maklum pada saat itu zaman Orde Baru, dimana berita yang merugikan dan membuat cela pemerintah tak boleh diekspos.
Berikut kami hadirkan dua catatan dari pengalaman atau sejarah kelam dari para saksimata yang mengalami kejadian yang membuat warga Jakarta ngeri dan takut.

Jakarta 1984 – The Night, The Sky, Fell Down

(oleh: Beata Mirecka-Jakubowska)
Pada Selasa, 30 Oktober, 1984, kita semua tinggal di daerah Cilandak dan Pondok Indah, seketika mengalami teror pada malam hari. Tiba-tiba, suara mirip petasan terdengar dari jauh, suara yang agak umum pada malam khas di Jakarta, lama-lama menjadi cukup keras bagi kita untuk melihatnya.
Liz Stamp, saksi mata guru Matematika di SMA kami, mengingatkan:
Dimalam itu gudang amunisi meledak disaat kami baru saja akan mengunjungi tetangga kami di Cilandak, dalam perjalanan pulang, kami melihat di cakrawala apa yang tampak seperti api unggun yang sangat besar. Kami berdiri untuk sementara waktu dan bertanya-tanya, “Acara apakah yang sedang dirayakan?”.
Segera banyak dari kami berdiri dipinggir jalan dengan rumah kami di belakangnya,  dan nyala api dengan letupan-letupan itu mirip api unggun semakin tumbuh lebih besar, lebih tinggi dan lebih panas, terlihat api bagaikan meraih langit.
Ada juga apa yang tampaknya seperti kembang api, melesat dari lokasi itu, berbentuk bola dan berwarna merahatau kuning. Kita tidak merasakan panas, tapi letupan-letupan itu mulai berubah menjadi ledakan keras dan menggelegar, sangat menakutkan.
komplek marinir cilandak
Komplek Marinir Cilandak Jakarta Selatan
Kemudian mulai terdengar desingan dan siulan, lalu kami tiba-tiba menyadari bahwa benda-benda aneh yang menyebabkan suara keras, melengking, merengek, melesat berputar-putar melewati tepat di atas kepala kami, mulai membahayakan.
Lampu pun padam, kami tidak bisa melihatnya lagi, tapi mereka pasti melesat melewati diatas kami dalam kegelapan malam, diterangi hanya oleh cahaya dari titik lokasi namun sangat terang dari apa yang sekarang bagaikan api neraka yang menyala-nyala sangat besar.
Kami tidak tahu apa yang terjadi lalu kami semua menuju ke dalam ruangan. Di dalam kami mengisi bak mandi penuh air dan membuka semua jendela.
Kami pernah hidup saat terjadi kerusuhan sipil di El Salvador dan tahu bahwa ini adalah salah satu hal yang juga masuk akal untuk dilakukan, jika terdengar ledakan di udara, terjadi kebakaran dan listrik mulai terputus.
Meski kami masih tidak tahu apa yang terjadi, tapi kondisi semua ini sudah jauh lebih buruk. Suara menjerit, mendesing dan melengking di udara yang diakhiri dengan ledakan keras, dan meskipun saya sudah tidak ingat setiap ledakan yang luar biasa seperti itu, pastinya terdengar sama seperti film-film yang pernah kulihat dari “hidup dalam parit”(“life in the trenches”) selama Perang Dunia Pertama.
Tragedi Gudang Amunisi Meledak di Cilandak 1984 - 01
Terlihat warna oranye cerah dilangit ketika terjadi ledakan “Gudang Peluru” pada Tragedi Cilandak 1984 (courtesy: Beata Mirecka-Jakubowska)
Di dalam rumah, saya nyaris kaku ketakutan, memastikan bahwa kami masih memiliki lilin dimana-mana, meskipun listrik dan telepon semuanya masih berfungsi dengan sempurna.
Saya pikir jika kami berbicara dengan orang di telepon, tapi kami belum benar-benar tahu persis apa yang telah atau sedang terjadi.
Aku takut lebih buruk dan yakin bahwa peluru-peluru besar yang terbang melewati tersebut, akan menghabisi kami.
Aku duduk di lantai, menempatkan sebanyak mungkin dinding diantara saya dan sumber rasa takut, dari peluru-peluru besar itu.
Tanganku gemetar ketakutan seperti daun, dan kotak korek api yang sedang saya genggam di tangan, telah saya sadari benar-benar telah hancur saya remas!
Sementara itu Mike menonton video! Tampaknya ia berpikir bahwa semua itu adalah peluru kosong dan ia tidak terlalu khawatir.
Kemudian, ketika kami tidak lagi mendengar ledakan-ledaan besar, kami pergi ke tempat tidur. Kami beruntung dalam segala hal, karena ada banyak orang yang jaraknya lebih dekat di lokasi yang kehilangan rumah mereka, dan beberapa diantaranya kehilangan nyawa mereka.
Kami adalah orang-orang yang menjadi korban kasus ledakan peluru yang menancap di tanah namun menyebabkan atap rumah mereka dan rumah kami langit-langitnya telah runtuh. Kebisingan, asap dan bau terbakar benar-benar cukup mengerikan bagi kami.
Gemuruh ledakan semakin keras dan dekat, saya memutuskan untuk menyelidiki dari sudut pandang yang lebih baik dan naik ke atap rumah kami di Jl. MPR Raya Kalibata.
Saat aku berdiri, kagum melihat langit berwarna oranye terang dengan garis-garis cahaya kuning cerah menembak dari belakang atap, saya pertama kali melihat ledakan besar, dan kemudian merasakan dampak dari udara panasnya yang memukul saya seperti palu godam.
Jika tak ada dinding taman yang tipis milik tetangga di belakang rumah, saya pasti sudah tersapu dari atap seperti bulu. Aku merasakan punggungku sakit akibat terbentur batu bata yang menonjol, dan kakiku goyah lalu aku naik kembali, berteriak ke seluruh keluarga untuk keluar dari rumah.
Untungnya, pintu teras bergeser dan telah dibiarkan terbuka, sehingga tidak ada yang terkena kaca dari jendela hancur, seperti yang terjadi di sebagian besar rumah-rumah di jalan kami.
Tragedi Gudang Amunisi Meledak di Cilandak 1984 - 02
Terlihat garis-garis lesatan peluru yang terbang dengan acak yang terbang dari arah berwarna oranye cerah dilangit ketika terjadi ledakan “Gudang Peluru” pada Tragedi Cilandak 1984 (courtesy: Beata Mirecka-Jakubowska)
Kami masih tidak tahu apa yang sedang terjadi dan menonton gelombang masyarakat lokal yang berjalan mengalir dari arah api dilangit, dan mereka tidak menjawab pertanyaan kami. Kami bingung, seperti kebanyakan ekspatriat lainnya. Laura Schuster, seorang guru di SD, mengingatkan:
“Saya sekamar dengan Roseanna Miranda pada saat itu dan dia keluar, jadi aku membawa keperluan rumah tangga untuk keluarga, dan meraih kaleng ikan tuna, air, roti, pisang dan paspor saya ke bagian belakang ruangan yang terjauh”.
Ini terjadi sebelum adanya handphone sehingga kontak ke luar kami terbatas. Banyak orang yang terlihat tanpa tujuan berjalan dengan kasur di kepala – bepergian ke mana pun saja, yang mereka anggap mungkin tempat yang lebih aman.
Tidak sampai beberapa hari kemudian, kita baru menemukan apa yang telah terjadi dan bahkan saat itu semua agak abu-abu, tak jelas. Tidak pernah di Indonesia untuk waktu yang lama, saya tidak punya cerita untuk membandingkannya dan berpikir ini adalah salah satu ‘pengalaman’ saya yang diberitakan ke kancah internasional.
Mendengar pekikan amunisi bernada tinggi yang terban, kami memutuskan untuk mengikuti aliran penduduk setempat yang mengungsi dan melarikan diri ke daerah kami. Gene Magill, seorang guru SMA Ilmu Sosial, mengingat pengalamannya:
“Tinggal di Pondok Indah, saya baru saja akan pergi tidur, ketika saya mendengar suara keras dari ruangan di atas saya. Aku naik ke lantai atas untuk melihat apa yang sedang terjadi dengan teman serumah saya, Jim Herbert, berjalan keluar dari kamarnya dan bertanya “Apa yang kamu lakukan di sana?”
Keingintahuan membawa kami keluar, di mana kami bisa melihat bola api besar di langit dari arah sekolah. Jim berseru, “Saya harus mengeluarkan beberapa bahan kimia keluar dari gedung sekolah!” Karena kami berdua mengira sekolah itu terbakar. Kami segera menemukan kebenaran berita melalui pengungsi dari Cilandak yang datang mengetuk pintu kami, karena untuk melarikan diri dari “api neraka” itu.
https://i0.wp.com/www.mirexsj.com/polonia/gallery/album/album34/1984sylw1.sized.jpg
Beata Mirecka-Jakubowska (kedua dari kiri) berfoto dengan teman-temannya ketika berada di Jakarta pada tahun 1984. (mirexsj.com).
Kami menghabiskan sebagian besar di malam itu dengan duduk termenung di sekitar meja makan Gene, dan kadang-kadang merunduk di bawah meja itu ketika pekikan yang menakutkan dari peluru terbang yang tampaknya datang ke arah kami.
Ternyata proyektil itu benar-benar jatuh di daerah Pondok Indah! Untungnya, sebagian besar darinya mendarat dengan amunisi yang kosong, tapi kerusakannya substansial ketika proyektil jatuh ke bangunan.
Hari berikutnya kami masih tahu sedikit info saja, dan info itu tidak tiba ketika kami melihat berita utama dan mengetahui bahwa itu adalah ledakan gudang amunisi milik Marinir di Depot Cilandak, yang entah bagaimana terbakar dan meledak.
Tak satu pun dari kami yang pernah tinggal di Jakarta Selatan pada tahun 1984 tersebut akan lupa, THE NIGHT THE SKY FELL DOWN.
by: Beata Mirecka-Jakubowska
High School Learning Coach and English teacher at JIS
February 14th, 2002
https://lh3.googleusercontent.com/-Jzmil-2geec/AAAAAAAAAAI/AAAAAAAAAAA/-pd64YLtBRc/photo.jpg
(sumber: polonia.mirexsj.com)
line downline up

Runtuhnya Langit Malam, Tragedi Cilandak 30 Oktober 1984

(oleh: Aryadi Noersaid)
Selasa 30 Oktober 1984
Hawa malam dihari itu terasa panas, acara ‘Dunia Dalam Berita’ yang dibacakan pembaca berita seangkatan Anita Rahman dan Idrus di TVRI baru saja usai mengumandangkan jingle khas penutupnya dilanjutkan acara ‘Arena dan Juara’, sebuah acara favorit saya meskipun hanya berupa rekaman-rekaman pertandingan menarik di beberapa cabang olah raga.
Saat memasuki kamar depan dan membuka jendela untuk memberi hawa segar masuk kedalamnya, bunyi petasan yang meletup-letup terdengar bersahutan dari arah belakang rumah.
Cukup lama saya menyimak suara janggal itu, karena biasanya hajatan penduduk pinggir kompleks perumahan umumnya dilaksanakan di hari Sabtu atau Minggu dan mereka sering membunyikan petasan tanda pembuka pesta.
Suara teriakan tiba-tiba membahana di malam itu, sahut-menyahut memberi tahu berita yang terdengar simpang siur,
“Gudang peluru meledak lagiii!”.
Kaki saya spontan melintasi bibir jendela kamar dan melompatinya hingga sampai ke teras depan. Ibu, kakak dan adik saya keluar memastikan berita, saat itu ayah tak ada di rumah, ia berdinas di satu kantor militer di pusat Jakarta.
Tubuh kurus saya yang mulai meninggi melesat, menyusuri jalan depan rumah dan melewati lorong kecil arah barat dekat lapangan badminton untuk melihat apa yang terjadi, terdengar ibu berteriak memanggil.
Saya tahu dimana gudang peluru itu, tempat dimana saya sering bersama sahabat kecil saya, Wiranto, Yudi, Iyok dan Narto bermain ditepi-tepinya.
Gudang peluru itu berbentuk bagai enam makam besar dengan gundukan berbentuk parabola yang di masing-masing ujungnya terdapat tangga menuju kebawah dan dibatasi oleh kerangkeng besi kokoh dan pintu kayu maha berat.
Letaknya yang dekat dengan Dapur, tempat memasak bagi keperluan pasukan penghuni asrama yang tinggal di dalam markas lebih membuat kami menjuluki tempat itu sebagai “Belakang Dapur” dibanding menyebutnya sebagai “Gudang Peluru”.
komplek marinir cilandak
Komplek Marinir Cilandak Jakarta Selatan
Mulanya kami tak menyadari bahwa tempat bermain kami itu tersimpan ribuan peluru roket besar, sebesar batang kelapa yang dulu disiapkan oleh presiden Soekarno untuk menghantam tentara kerjaaan Belanda guna membebaskan Irian Barat, sampai sebuah letusan kecil pernah terjadi pada bulan Juli 1984 sebelumnya, namun berhasil dipadamkan.
Saya menyeruak dan menerjang berlawanan arah dengan beberapa Provost yang mencoba menghadang laju orang-orang yang sangat ingin tahu, dan tiba-tiba…..kami saling bertubrukan. Lampu seketika padam mengakibatkan pandangan yang gelap gulita tanpa cahaya.
Para Provost berteriak mengusir siapa saja yang berjalan ke arah Gudang Peluru yang jaraknya hanya 1-2 kilometer saja dari rumah kami. Saya panik dan berlari berbalik arah, suara dentuman mulai mengeras dan menggetarkan bumi.
Tiba dirumah, sekeluarga kami nampak panik kecuali ibu. Ia sibuk berunding dengan para tetangga untuk berencana seterusnya akan berbuat apa, namun dentuman demi dentuman membuyarkan semuanya, satu demi satu tetangga kembali ke rumah dan mempersiapkan pengungsian apa adanya.
Sementara Ibu memasukkan segala pakaian yang bisa dibawa, kami anak laki-laki mempersiapkan segala surat yang perlu dibawa dalam sebuah kopor. Adik bungsu saya menangis sejadi-jadinya, karena ketakutan luar biasa dan juga menangisi sofa baru di ruang tamu kesayangannya yang baru saja dibeli ayah seminggu yang lalu.
Ibu duduk berdoa diruang tamu lalu meletakkan sebuah Al-Qur’an di atas meja dan mengajak kami bergerak meninggalkan rumah. Ketenangan ibu saat itu memberi kekuatan tersendiri.
Di jalan utama, ribuan orang mulai bergerak, takbir berkumandang, doa dihantarkan dari mulut semua orang, tangis anak-anak kecil yang tak terperikan ketakutannya karena tak tahu ada apa gerangan, sementara manusia dan kendaraan tumpah ruah mencari jalannya masing-masing.
Gelegar yang menggoyang bumi bersahutan tiada henti di belakang kami dalam gelap gulita tanpa penerangan. Perjalanan yang sungguh dahsyat ditingkahi dengan teriakan “Awaaaas…!” berkali-kali.
Peringatan itu berulangkali dikomando para lelaki dan tentara muda yang ikut juga meninggalkan markasnya ketika bulatan merah melintas beberapa meter diatas kepala mendesirkan gemericik pasir dan hawa yang amat panas pada tengkuk. Ribuan orang seirama bertiarap di jalan-jalan lalu kembali berlari menuju arah selatan tanpa tahu, mau kemana tujuan akhirnya.
Tragedi Gudang Amunisi Meledak di Cilandak 1984 - 04
Terlihat garis-garis lesatan peluru yang terbang dengan acak yang terbang dari arah berwarna oranye cerah dilangit ketika terjadi ledakan “Gudang Peluru” pada Tragedi Cilandak 1984 (courtesy: Beata Mirecka-Jakubowska)
Desir panas datang dari roket yang meluncur tak tentu arah kearah timur dan beruntung hanya beberapa ke arah selatan tempat arah kami berusaha mengungsi, sebuah pilihan yang tepat yang hanya Tuhan saja yang tahu mengapa semua orang memilih arah itu.
Roket itu melesat silih berganti bagai tiada kendali dan bunyi dentuman beberapa ton besi yang panjang menghujam tanah kebun-kebun yang kami lalui siap mencabut nyawa ribuan orang yang jatuh, bangun, bertiarap dan berdiri dengan teriakan masing-masing.
Dalam kilatan cahaya yang menerangi gulita malam itu, sebuah mobil berjalan perlahan bersama dibelakang kami sekeluarga, dan sorot lampunya menandai punggung kami, lalu terdengar teriakan orang dari dalamnya mengajak kami sekeluarga untuk ikut ke dalam mobil itu.
Mereka tetangga kami cukup jauh yang mengenali ibu, karena ibu sering membuatkan baju untuknya. Karena kami masuk rombongan pertama, jalan masih memungkinkan untuk ditembus, sementara dibelakang kami lautan manusia harus berjalan tertatih tatih, jatuh, bangun, menuju tempat yang aman sejauh mungkin menghindar lokasi ledakan.
Kembali Tuhan memberikan kendaraan cepat untuk kami meninggalkan epicentrumledakan yang merontokkan fondasi dan dinding-dinding rumah yang kami tinggalkan.
Kami tiba lebih cepat di kawasan Pondok Cina dibanding mereka yang tak beruntung hingga harus terus menyusuri jalan yang panjang dimalam itu.
Ketika tiba di tanah yang datar di depan halte Universitas Indonesia yang kala itu masih belum beroperasi, kami memandang kearah utara melihat langit memerah meletup-letup dengan bara yang membumbung serta kilatan roket yang melintas diangkasa siap memangsa apa saja yang ada di depannya.
Sekonyong-konyong ditengah doa untuk para tetangga dan kawan-kawan yang tengah berjalan mengungsi, sebuah ledakan maha dahsyat menghantam wajah-wajah yang cemas, buliran pasir yang terhempas dari arah utara membuat sebuah desingan hebat hingga membuat kami tersungkur di jarak yang demikian jauh dari tempat ledakan.
Semua kembali ke mobil dan meneruskan perjalanan menuju Depok tempat dimana beberapa kerabat yang mau menampung kami sebagai pengungsi.
Malam itu seluruh wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur morat-marit, roket berdentam ke tanah menghajar apa saja dibumi tak ada yang menghentikannya.
Sungguh suatu kemurahan Tuhan, tak ada satupun roket itu meledak pada titik jatuhnya hingga korban tak banyak jatuh karena ledakan, padahal di dalam gudang itu terlontar peluru dan rudal berjenis roket berjarak tembak hingga 15 km yang bila peluru ini meledak, seorang anak yang berada 100 meter dari ledakan akan muntah darah karena jantungnya tergetar.
Kemudian ada Howitzer caliber 5.5 inch (140 mm), ada peluru-peluru meriam anti-tank. Juga di situ disimpan bahan peledak TNT dalam pak-pak lima pon.
Peluru kelas sedang (medium gun) Howitzer 140mm
Peluru kelas sedang (medium gun) Howitzer 140mm
Malam itu kami tidur dalam pengungsian, disebuah rumah seorang wartawan di Depok, sementara ayah yang bergegas menuju rumah kami di tengah tugasnya hanya bisa berdiri di lapangan seberang Trakindo bersama Pangab Jenderal L.B. Moerdani, Pangdam V Jaya Mayor Jenderal Try Sutrisno, Kapolri Jenderal Anton Sudjarwo, dan Kapolda Metro Jaya Mayjen Soedarmadji, yang sama sama berada dilokasi itu karena tak mungkin untuk bergerak meninjau langsung ke lokasi lebih dekat.
Dalam catatan beberapa majalah dan Koran seperti Tempo, sekitar 370 pasien diungsikan ke berbagai tempat: RS Pertamina, RS Yayasan Jakarta, ke Apotek Retno, Gereja HKBP, Balai Rakyat, Masjid – yang berlokasi agak jauh dari gudang mesiu itu.
Dua pasien meninggal. kena serangan jantung. Dan karena panik 35 bayi dapat diungsikan, tapi tanda pengenal bayi yang tak sempat dipasang. Setelah semua pasien diungsikan, baru sebuah peluru menghajar Asrama Putri II di RS Fatmawati. Peluru itu menembus tembok, tembok pun hancur. Sebuah pesawat televisi masih tampak utuh terjepit reruntuhan tembok.
Dalam ledakan malam itu, para Marinir menyelamatkan tank dan panser menjauhi tempat kebakaran, sementara puluhan mobil pemadam kebakaran semula berniat memadamkan api tapi langsung berbalik arah karena yang dihadapi adalah enam buah gudang peluru, satu kendaraan tertinggal dilokasi karena kepanikan yang terjadi.
Rabu, 31 Oktober 1984
Hingga esok paginya, ayah tak tahu dimana kami berada demikian juga kami tak tahu ayah dimana, saat itu tak ada mobile phone yang bisa saling memberi kabar. Hari kedua ketika ledakan agak mereda, saya meminta ijin ibu untuk pergi sendiri kembali kerumah dan ia mengijinkan dengan wajah khawatir.
Dengan menumpang kendaraan apa saja saya berhasil bertemu ayah di depan rumah yang nyaris rata dengan tanah. Serpihan mortir menancap di dinding-dinding yang tersisa.
Tragedi Gudang Amunisi Meledak di Cilandak 1984 - 03
Terlihat garis-garis lesatan peluru yang terbang dengan acak yang terbang dari arah berwarna oranye cerah dilangit ketika terjadi ledakan “Gudang Peluru” pada Tragedi Cilandak 1984 (courtesy: Beata Mirecka-Jakubowska)
Uniknya bangunan rumah kami hancur rata dengan tanah namun masih ada ruangan yang berdiri kokoh satu petak saja, yaitu ruang tamu. Dindingnya utuh namun kaca-kaca hancur tak tentu bentuknya.
Disana sofa baru yang dibeli ayah sudah terselimuti serpihan debu, dan diatas meja kaca yang masih utuh, satu buah kitab suci Alqur’an dimana ibu meletakkannya sebelum mengungsi, masih ada diatasnya tanpa tergeser sedikitpun. Saya membayangkan betapa bahagianya adik bungsu saya jika tahu sofa kesayangannya masih utuh tanpa rusak sedikitpun.
Mulai hari itu, saya sendiri dan ayah hidup dalam tenda pengungsian sementara ibu dan adik serta kakak tetap berada di kawasan Depok hingga situasi aman. Berdiri mengular di depan dapur umum untuk menerima makan pagi siang dan malam, sudah menjadi keharusan yang harus dihadapi murid SMP seperti saya. Tinggal menyebut anak siapa, maka sebongkah daging, ikan dan sayur serta nasi akan ada dalam dekapan.
Maka, ketika dalam sebuah kesempatan saat ini, ketika saya mengajak ketiga anak lelaki saya tidur dalam dingin malam dikawasan Cibodas dengan tenda yang terus berogoyang tertiup angin, saya menyampaikan cerita ini pada mereka, bahwa kapanpun dan dimanapun kita hidup, bencana selalu siap menelan kita sebagai manusia, tak peduli di kota atau didesa.
Mereka saya siapkan untuk bisa hidup dalam dekapan hangatnya hotel bintang lima, namun tak ada salahnya mereka juga bersiap untuk bisa hidup dalam tenda pengungsian, ketika Tuhan menguji hidup kita.
Ketika langit malam runtuh saat itu, Tuhan berseru dalam gemuruh dan desingan peluru, “Tugas manusia adalah berusaha dan Tuhan senantiasa menyiapkan hadiah bagi setiap mahlukNya,- yang Bersabar”.
Medio Oct 30, 1984-2012.
by:
Aryadi Noersaid
https://i0.wp.com/assets.kompasiana.com/statics/u/prf/1348046751234888534.jpg
(sumber: kompasiana.com)
line down
line up
Gudang amunisi TNI Kembali Meledak, Kali Ini di Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta Utara
Tepat 30 tahun berselang sejak ledakan gudang peluru di Cilandak pada tahun 1984 lalu, namun kembali terjadi, sebuah gudang peluru milik TNI meledak pada hari Rabu 5 Maret 2014 sekitar pukul 10:30 siang, berlokasi di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Namun kali ini gudang amunisi yang meledak adalah markas Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL, Pondok Dayung, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Pada saat kejadian, anggotanya sedang melakukan pengecekan gudang amunisi tersebut.
ledakan di pondok dayung priok
Lokasi markas TNI-AL di Pondok Dayung yang mirip pulau karena untuk menuju ke lokasi harus menggunakan perahu.
Kurang lebih pukul 08.15 WIB pagi seperti biasa anggota jaga gudang amunisi melaksanakan pengecekan rutin dari segi kebersihan, jumlah senjata dan aspek-aspek keamanan lain sampai dengan pada jam itu gudang amunisi aman.
Memasuki pukul 09.05 secara tiba-tiba terlihat dan tercium kumpulan asap hitam pekat di gudang amunisi.
Reaksi anggota jaga seperti biasa dalam SOP secepatnya mengambil pemadam kebakaran kemudian disemprotkan dan waktu terus bergulir sekitar pukul 09.20 WIB, pertamanya terdengar ledakan kecil. Kurang dari 60 detik baru terjadi dentuman hebat.
ledakan di pondok dayung priok 05
Asap membumbung tinggi setelah terjadi ledakan.
Ledakan TNT
Dari hasil penyelidikan sementara, terjadinya ledakan keras di gudang amunisi milik Markas Komando Pasukan Katak Armada Barat TNI AL di Tanjung Priok, Jakarta Utara, karena terdapat Trinitrotoluena (TNT atau Trotyl). Efek TNT ini menyebabkan ledakan terdengar keras.
ledakan di pondok dayung priok 01
Gudang amunisi TNI meledak di Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (5/3/2014). (Foto: Twitter)
Karena di sana bukan gudang amunisi ringan tapi cadangan bahan peledak TNT ini yang barang kali efek ledakan menjadi hebat, jelas Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal) Laksamana Pertama Untung Suropati.
TNT adalah hidrokarbon beraroma menyengat berwarna kuning pucat yang melebur pada suhu 354 Kelvin.Trinitrotoluena adalah bahan peledak yang digunakan sendiri atau dicampur.
Pihak TNI dan Mabes Polri terus menyelidiki penyebab meledaknya gudang amunisi. Sebab, setiap hari gudang tersebut selalu dicek. Itu justru menjadi fokus TNI karena setiap hari gudang amunisi ini selalu dicek dan sebelumnya tidak ada masalah tiba-tiba pagi tadi itu mengapa ada asap mengepul.
Dari 87 korban luka-luka akibat ledakan amunisi TNI AL, di hari yang sama 3 orang dibolehkan pulang, 1 orang kritis dan 1 orang tewas.
Beberapa korban mengalami trauma pada organ dalam dan saluran pernapasan. Para korban telah dirujuk untuk dirawat di RS AL Mintohardjo, RS Port Medical Centre, RS Sukmul, dan RS Gading Pluit.
ledakan di pondok dayung priok 06
Suasana gudang Amunisi Satuan Komando Pasukan Katak yang hancur akibat ledakan di Kawasan Armada Barat di Pondok Dayung, Jakarta Utara, Rabu (5/3). (Republika/Yasin Habibi)
TNI AL juga meyakinkan kepada wartawan bahwa ledakan yang terjadi pada pukul 09.20 WIB ini bukan akibat sabotase.
Kerasnya ledakan gudang amunisi itu dapat terdengar oleh warga yang berada di wilayah radius hingga lebih dari 3 kilometer dan getaran yang terjadi dapat dirasakan hingga radius 2 kilometer.
Beda Ledakan Tragedi Cilandak dan Pondok Dayung Tanjung Priok
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut mengatakan ledakan yang terjadi di gudang amunisi TNI AL berbeda dengan peristiwa meledaknya gudang peluru yang juga milik TNI AL di Cilandak pada 30 Oktober 1984.
ledakan di pondok dayung priok 02
Gudang amunisi TNI meledak di Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (5/3/2014). (Foto: Twitter)
Bedanya, gudang peluru di Cilandak yang meledak pada saat itu menyimpan amunisi berbahaya seperti roket dan mortir, sedangkan gudang amunisi di Pangkalan Utama TNI AL III di Pondok Dayung hanya menyimpan senjata dan amunisi ringan seperti pistol dan senjata-senjata yang memang didesain untuk satuan khusus.
Jadi tidak ada efek rentetan ledakan susulan dan peluru yang melayang sepeti saat ledakan terjadi pada peristiwa ledakan gudang peluru di Cilandak pada 1984.
Yang disimpan di Tanjung Priok ini adalah senjata ringan milik Komando Pasukan Katak, pistol, atau senjata yang didesain khusus untuk pasukan. Termasuk ada juga cadangan bahan peledak jenis TNT.
(sources: polonia.mirexsj.com / kompasiana.com / merdeka / tempo / editor, grammer & stylistics: IndoCropCircles)
ledakan di pondok dayung priok 04
Gudang amunisi TNI meledak di Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (5/3/2014). (Foto: detiknews)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minum Soda atau Sprite Benar kah Mencegah Kehamilan?

Jangan Mau Gabung Smart In Pays(SIP) Pasti Menyesal - MLM Lagi

Kelebihan dan kekurangan Perguruan Tinggi Negeri Dan Swasta

3 DINASTI CHINA PALING KUAT

Apa itu Dresscode Smart Casual, Tips Pakaian Smart Casual Pria Wanita

Ukuran Kertas Standar ISO dalam unit cm (centimeter) dan Inch (Inci)

Pengertian Perbedaan Domain (COM, CO.ID, NET, ORG, WEB, GOV, BIZ, dan lainnya)

Benarkah Buddha Perintahkan Sembah Yesus Kristus ?

5 PERANG PALING MENGERIKAN SEPANJANG SEJARAH

5 RUDAL ANTI-KAPAL PALING MEMATIKAN DALAM SEJARAH